Sifat Antibakteri
Berkat kekayaan zat gizinya, tak heran jika madu sejak
zaman baheula digunakan sebagai obat. Bangsa Mesir kuno misalnya sudah
memanfaatkan madu untuk mengobati luka bakar dan luka akibat benda tajam.
Dalam penelitian ribuan tahun kemudian ditemukan sifat antiseptik ringan dan
antimikrobial dari madu. Karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri itulah,
madu mampu mempercepat penyembuhan luka.
"Sifat antibakteri dari madu membantu mengatasi
infeksi pada perlukaan dan aksi antiinflamasinya dapat mengurangi nyeri serta
meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan,” kata Dr.
Peter Molan dari University of Waikato, New Zealand, melalui situs kesehatan.
Madu juga merangsang tumbuhnya jaringan baru, sehingga selain mempercepat
penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada kulit.
Sebuah studi terbaru menemukan kandungan antioksidan di
dalam cairan mujarab tersebut. Itu artinya madu ampuh untuk menangkal radikal
bebas. Kita tahu bahwa radikal bebas menjadi penyebab terjadinya berbagai
penyakit yang sulit dikontrol, salah satunya kanker.
Temuan tersebut mendorong para peneliti untuk mencari tahu
lebih jauh tentang zat-zat antikanker yang dikandung madu. Diharapkan
berbagai penelitian terkini akan semakin mengukuhkan khasiat madu yang sangat
potensial untuk menghentikan penyebaran penyakit ganas.
Tambah
Gairah Reputasi madu untuk mengatasi gangguan pernapasan
masih tetap diakui. Terutama untuk mengusir dahak atau cairan yang menyumbat
saluran pernapasan. Masyarakat Yunani dan Romawi percaya khasiat madu sebagai
dekongestan (pelega hidung saat pilek).
Madu juga memiliki sifat sedatif (penenang) yang ringan.
Maka itu masyarakat tradisional sering membubuhkan madu pada segelas susu
untuk diminum sebelum tidur. Minuman ini membuat mereka rileks dan bisa
segera tidur nyenyak.
Hampir semua makanan manis akan merangsang otak untuk
memproduksi endorfin atau pembunuh nyeri alami di dalam tubuh. Tak terkecuali
rasa manis alami yang dihasilkan madu. Berkaitan dengan kadar fruktosanya
yang tinggi, membuat madu mempunyai efek laksatif atau pencahar yang
ringan.
Efek lain dari madu yang dipercaya sejak lama, yakni
sebagai aprodisiak atau pembangkit gairah seksual. Istilah honeymoon (bulan
madu) berasal dari tradisi kuno masyarakat Eropa Utara, ketika pasangan
pengantin baru diharuskan mengonsumsi madu dan mead (minuman sejenis wine
yang dibuat dari fermentasi madu) yang diyakini bersifat aprodisiak
tadi.
Madu juga memiliki aktivitas sebagai disinfektan ringan,
sehingga mampu menyembuhkan radang tenggorokan. Cairan manis ini juga bisa
meningkatkan produksi saliva atau cairan ludah yang dapat membantu mengatasi
tenggorokan yang kering atau teriritasi.
Para penyanyi opera pun gemar memanfaatkan madu untuk
memelihara kondisi tenggorokan mereka, supaya tetap bisa melantunkan
lagu-lagu merdu. Segelas air hangat dicampur lemon dan madu merupakan ramuan
tradisional yang biasa digunakan untuk mengikis radang tenggorokan.
Cegah Keriput
Jika Anda ingin awet muda, tetap segar dan bugar walau
sudah berusia tua, selalu makan madu secara rutin. Demikian pesan pionir ilmu
kedokteran modern sekaligus filsuf Islam, Dr. Ibnu Sina.
Kaum perempuan di Mesir, Yunani, dan Rusia memang sudah
memanfaatkan madu sejak lama untuk memelihara kecantikan kulit muka agar
tetap cantik dan bersih. Juga untuk menghilangkan noda dan bintik-bintik
hitam (hiperpigmentasi), serta mencegah keriput. Ramuan berupa 100 gram madu
dicampur 25 ml alkohol dan 25 ml air bersih bisa dicoba untuk merawat
keindahan kulit Anda.
Rasa madu sangat dipengaruhi oleh jenis bunga yang
dikunjungi lebah untuk diambil nektarnya (bahan pembuat madu). Saat ini bisa
dijumpai berbagai madu, seperti madu randu, madu klengkeng, madu asam, madu
mangga, madu apel, madu ceri, madu jeruk, madu peer, dan banyak lagi.
Apabila bunga yang dihinggapi lebah memiliki zat-zat
racun, kemungkinan besar madunya pun beracun. Lebah yang mengambil nektar
dari bunga pohon rhododendron misalnya, bisa memproduksi madu beracun. Bila
dikonsumsi, madu ini bisa menyebabkan kelumpuhan.
Beberapa tanaman, selain rhododendron, mengandung senyawa
beracun dalam nektarnya, antara lain azalea, andromeda, agave, atropa,
datura, euphorbia, kalmia, gelsemium, dan melaleuca. Madu beracun ini
biasanya merupakan madu liar.
Saat ini madu sudah banyak diproduksi yang tentunya
mengembil jenis-jenis tanaman yang selain tidak beracun juga bermanfaat bagi
kesehatan. Salah satu keunikan dari madu, meski memiliki rasa manis, tidak
begitu berbahaya dibanding gula.
Meski efeknya ringan dalam menaikkan gula darah dibanding
sumber karbohidrat lain, bagi diabetesi dianjurkan untuk tetap berkonsultasi
ke dokter bila mengonsumsinya.
Manis alami madu telah digunakan di Inggris hingga
pertengahan abad ke-17, untuk menambah nikmat rasa makanan dan minuman.
Sayang kebiasaan ini kemudian berubah ketika orang mulai memproduksi
gula.
Butiran putih ini dianggap lebih berkelas dan hanya
golongan berstatus sosial tinggilah yang mampu menjangkaunya.
Namun, di akhir abad ke-17 gula semakin meluas
pemakaiannya, tak hanya terbatas pada kalangan atas. Keluarga kerajaan pun
kembali pada kebiasaan semula, yakni menyantap roti yang diolesi madu
berkualitas tinggi tentunya. Tak ada salahnya bila kita mencontoh gaya hidup
ala Ratu Inggris, sarapan madu setiap hari.
(http://www.eramuslim.com, 28 Pebruari 2005, Kuman
Tidak Mampu Melawan Madu)
|